Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup terkoreksi pada perdagangan Rabu (17/5/2023), di mana investor masih mencerna rilis data pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal pertama 2023.
Hanya indeks Nikkei 225 Jepang dan KOSPI Korea Selatan yang ditutup di zona hijau pada hari ini. Nikkei melesat 0,84% ke posisi 30.093,6 dan KOSPI menguat 0,58% menjadi 2.494,66.
Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong ambruk 2,09% ke 19.560,57, Shanghai Composite https://meja138apk.com/ China melemah 0,21% ke 3.284,23, Straits Times Singapura ambles 1,25% ke 3.173,84, ASX 200 Australia terkoreksi 0,49% ke 7,199.2, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terpangkas 0,2% menjadi 6.663,11.
Dari Jepang, data awal pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2023 telah dirilis. Data dari pemerintah setempat melaporkan data awal produk domestik bruto (PDB) Jepang pada kuartal I-2023 tumbuh 1,6% secara tahunan.
Hal ini menjadi kenaikan pertama dalam tiga kuartal terakhir, ditopang oleh pulihnya tingkat konsumsi masyarakat pasca Covid-19 mengimbangi hambatan global.
Di lain sisi, peningkatan PDB Jepang jauh lebih besar dari perkiraan pasar rata-rata untuk kenaikan 0,7%, dan mengikuti penurunan 0,1% yang direvisi pada kuartal IV-2022.
Sedangkan secara basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), PDB Negeri Sakura pada kuartal I-2023 tumbuh 0,4%, lebih baik dari kuartal IV-2022 yang hanya tumbuh 0%.
Konsumsi swasta, yang membentuk lebih dari setengah ekonomi Jepang tumbuh 0,6% pada kuartal I-2023, lebih baik dari kuartal sebelumnya karena pembukaan kembali negara akibat meredanya pandemi mendorong belanja layanan.
Sementara belanja modal naik 0,9%, mengalahkan ekspektasi untuk penurunan 0,4%. Permintaan eksternal atau ekspor bersih memangkas 0,3 poin persentase dari PDB, menyoroti tekanan pada produsen akibat melambatnya pertumbuhan di luar negeri.
Pemulihan yang tertunda dalam pembelanjaan akibat penghapusan pembatasan terkait Covid-19 menopang pertumbuhan, meski permintaan global masih lesu dan pukulan terhadap rumah tangga akibat kenaikan biaya hidup mengaburkan prospek pemulihan yang berkelanjutan.
Di lain sisi, investor juga cenderung cemas menanti kemajuan negosiasi plafon utang Amerika Serikat (AS). Pada Senin lalu, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen menegaskan kembali bahwa AS menghadapi kemungkinan gagal bayar (default) paling cepat 1 Juni, jika kesepakatan tidak tercapai antara Gedung Putih dan Kongres.
“Kegagalan akan membuka fondasi di mana sistem keuangan kita dibangun,” kata Yellen, dalam surat terbarunya.
“Sangat bisa dibayangkan bahwa kita akan melihat sejumlah pasar keuangan pecah, dengan kepanikan di seluruh dunia yang memicu margin call, run dan fire sales,” tegasnya.
Diketahui Selasa malam waktu setempat, Presiden AS, Joe Biden bernegosiasi dengan pemimpin Kongres. Termasuk oposisi Ketua DPR Kevin McCarthy, R-Calif.
Biden sejauh ini menyatakan bahwa menaikkan plafon utang tidak dapat dinegosiasikan. McCarthy sendiri telah mendorong pembicaraan untuk pemotongan pengeluaran.
Investor juga cenderung khawatir bahwa sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih cenderung akan hawkish pada pertemuan mendatang.
Presiden The Fed wilayah Richmond pun menyatakan ia masih “nyaman” jika suku bunga kembali dinaikkan untuk menurunkan inflasi.